Keberhasilan ini merupakan aksi nyata dari kebijakan PSDKP untuk menjaga keberlanjutan dan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia, yang salah satunya melalui penindakan tegas terhadap praktik-praktik illegal fishing.
Pung Nugroho Saksono alias Ipunk mengatakan, dari laporan yang diterima bahwa kedua kapal tersebut ditangkap di Perairan Selat Malaka, sedang mencuri ikan karena saat dilakukan pemeriksaan oleh personil KP. Hiu 16, kedua kapal tidak memiliki dokumen perizinan dari Pemerintah Indonesia.
Selain itu, kedua kapal juga menggunakan alat penangkapan ikan trawl yang masuk kategori dilarang beroperasi di WPPNRI, dan tentu sangat merugikan Indonesia.
“Kami hitung potensi kerugian negara dari aspek ekonomi yang dapat diselamatkan sebesar Rp.19,9 miliar (M).
Selain itu, "ada yang menarik dari kasus ini, seluruh awak kapal Warga Negara Indonesia (WNI), sementara kapalnya berbendera Malaysia,” tambah Ipunk.
Ada 7 awak kapal yang jadi tersangka yang diamankan yakni 2 nahkoda dan 5 anak buah kapal (ABK), mereka semuanya warga Kota Tanjungbalai, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.
Informasi dari ABK mereka membayar kepada oknum sebesar Rp 1 hingga 2 juta untuk menyebrang dari Tanjung Balai Asahan ke Malaysia secara ilegal,” tambah Ipunk.
Kemudian untuk gaji di kapal Malaysia, sekelas ABK sebesar Rp5 juta per bulan dan Nakhoda Rp10 juta per bulan.
“Kedua kapal dan 7 ABK,selanjutnya diproses penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) PSDKP Belawan,” tambah Ipunk.
Ipunk juga menjelaskan identitas kapal yang ditangkap dengan nama KM. SLFA 5210 (43,34 GT) dan muatannya seberat 300 kg Ikan campur dan diawaki oleh empat orang WNI. Sedangkan, satu kapal lainnya dengan nama KM. SLFA 4584 (27,16 GT) dengan awak kapal tiga orang WNI, dan bermuatan sekitar 150 kg ikan campur.
Sementara itu, Kepala Stasiun PSDKP Belawan, M, Syamsu Rokman mengungkapkan untuk proses penyidikan, kedua kapal tersebut dapat dikenakan ketentuan Undang-Undang Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Penangkapan kedua kapal Malaysia ini menambah deretan kapal ikan asing (KIA) yang berhasil ditangkap oleh armada kapal pengawas KKP sepanjang 2025. Sejak Januari hingga Mei 2025, KKP berhasil menangkap 13 KIA, yang terdiri 5 KIA Filipina, 3 KIA Malaysia, 4 Vietnam, dan 1 China.(Desrin)
0 Komentar